"

Senin, 17 Agustus 2020

Sempat Ditolak Investor, Kini Coworking jogya



  5 min read
antologi collaboractive space
Bisnis coworking space mulai menjamur. Bukan cuma di Indonesia saja, tapi juga di seluruh dunia. Jumlah coworking space diprediksi akan meningkat 42 persen atau hampir 26.000 coworking di tahun 2022.
Angka tersebut rasanya tidak berlebihan. Apalagi mengingat kerja freelance dan remote juga makin digemari. Pun, startup dan korporat juga menjadikan coworking space sebagai satellite office. Jadi, jelas lah coworking space jadi prospek bisnis yang menguntungkan di tahun-tahun ke depan.

Namun, sebagai sebuah peluang baru dengan segmen pasar yang spesifik, coworking space pasti memiliki strategi promosi yang berbeda. 
Untuk tahu lebih banyak insight soal bisnis coworking dan strategi promosinya, kami berbincang dengan Dissa Pidanti Raras ─ co-founder Antologi Collaboractive Space yang juga seorang Urban Designer di Singapura. 

Dari mana dapat ide untuk memulai bisnis coworking space?

Mulainya itu empat tahun lalu (2016). Waktu itu aku masih skripsi. Terus pengin ngerjain tapi nggak pengen ngerjain di rumah. Soalnya kalo di rumah pasti ngantuk dan kedistraksi macam-macam.
Padahal kalau ngerjain di kafe juga selalu ramai dan berisik. Terus aku berusaha cari tempat belajar yang bisa bikin fokus seperti perpustakaan. Mulai dari Perpustakaan UGM sampai Perpustakaan Kota aku datangi. 
Tapi ya sama aja. Pasti ramai dan harus dulu-duluan. Seringnya nggak dapet tempat dan itu bikin susah. Jadi, ya kupikir, gimana kalau kami bisa provide tempat untuk orang belajar.

Bagaimana awal mulanya memulai Antologi Collaboractive Space?

Dari pengalaman itu, aku ngobrol lah sama beberapa teman di Jakarta. Terutama buat tahu sebenarnya konsep coworking itu gimana. 
Nah, baru dari situ kami survei ke beberapa coworking space di Jakarta dan Bali. Ada coworking yang konsepnya orang bisa jadi member. Terus di sana orang bisa kerja, belajar, dan ikut banyak event di coworking space. Kupikir konsep coworking itu menarik banget.
Apalagi empat tahun lalu tempat begitu belum banyak ya. Jadi misalnya aku pengen ikut workshop gitu, aku nggak tahu tempatnya di mana. Di kampus acara kaya gitu juga jarang. Dari situ, aku pengen coba buat coworking space di Jogja.

Apa tantangan ketika memulai bisnis coworking space?

Tantangannya lebih ke mengenalkan coworking space itu apa. Empat tahun lalu kan coworking space belum banyak ya. 
Jadi waktu ngobrol ke temen-temen ya banyak yang bingung. Coworking space itu apa? Bahkan, kami sempat ditolak investor juga karena ide bisnis coworking itu nggak familiar buat mereka. Bisnis coworking dianggap nggak akan sukses di Jogja. 
Lucunya, setelah 1,5 tahun bikin konsep, bangun tempat, dan akhirnya buka ─ orang-orang masih mengira Antologi itu kafe. Makanya, di awal buka masih super berisik. Tapi lama-lama kami kasih pengertian juga ke pengunjung kalau Antologi itu coworking space untuk kerja dan belajar. Sampai akhirnya, sekarang ekosistemnya udah kebentuk.

Sebetulnya siapa sih target pasar dari Antologi?

Kami sih fokus ke anak muda. Khususnya mulai dari anak-anak yang baru selesai kuliah sampai orang tua. Sekitar usia 20-35 tahun, kami bilang. 
Waktu awal buka, banyak banget pengunjung kami yang mahasiswa. Lalu, mulai deh profesional yang ke sini. Ada yang freelance. Ada juga yang memang pekerja kantoran yang sewa tempat di sini. Sekarang, target pasar kami campuran keduanya: mahasiswa dan profesional.

Bagaimana tanggapan Antologi soal bisnis coworking yang mulai menjamur?

Sekarang di Jogja udah banyak banget ya coworking space. Dan itu bagus. Jadi sekarang anak-anak muda punya banyak pilihan tempat. Misalnya mereka mau ngerjain tugas, mau belajar, mau ambil workshop apapun ─ semuanya lebih terbuka.
Dilihat dari aspek itu bagus banget sebenarnya. Cuma kembali lagi ya. Namanya coworking space kan mesti adaptif. Di titik itu, aku merasa Antologi sendiri pun masih berkembang. Kalau boleh dibandingkan dengan coworking space di luar negeri, kami pengen Antologi berkembang jadi komunitas. 
Jadi, Antologi bukan cuma tempat doang. Kami pengin Antologi juga jadi komunitas yang punya berbagai acara di sini. 

Ngomong-ngomong soal adaptif, apa yang dilakukan Antologi supaya tak ketinggalan zaman?

Dua tahun pertama kami buka, pengunjung Antologi kebanyakan dari orang-orang tech dan startup. Tahun segitu (2016-2018) kebanyakan coworking memang basis komunitasnya banyak di startup. 
Lalu di tahun 2019, acara kami mulai merambah ke seni, women empowerment, sampai isu lingkungan. Untuk isu lingkungan, kami sempat punya acara Tukar Baju. Acara itu mengajak orang untuk saling bertukar baju layak untuk mengurangi limbah tekstil. Eh, ternyata banyak orang yang tertarik juga. 
Nah, begitu sih cara Antologi berusaha adaptif dan dinamis dengan mengikuti isu-isu yang memang lagi hangat.

Bagaimana dengan cara promosi yang dilakukan Antologi? Memang sengaja hanya promosi online?

Kami nggak pernah melakukan promosi offline, sih. Baliho, iklan koran, gitu nggak pernah. Tapi justru dari mulut ke mulut (words of mouth). Orang yang pernah ke sini terus rekomendasi Antologi ke temannya.
Kadang, partner yang pernah bikin acara di sini juga kasih rekomendasi ke komunitas, organisasi, atau network-nya. Jadi, mungkin itu sih kalau cara promosi offline.
Sisanya, kami promosi online. Soalnya, dari awal kami juga sadar kalau target kami kebanyakan anak-anak muda. Mereka kan yang melek digital. Selain itu, promosi online itu cara paling cepat dan gampang untuk reach out ke mereka. Terutama, ya, via social media gitu. 
Tapi kami tetap punya prinsip dan komitmen supaya media sosial kami growing organically. Makanya, kami nggak pernah promo lewat influencer. Kami nggak pengen cuma ngehype di awal terus sudah. Menurut kami yang paling penting justru bagaimana menjaga pengunjung dan komunitas buat tumbuh terus. 

Salah satu media promosi Antologi kan website. Mengapa memilih website?

Dari awal kami memilih website karena namanya juga coworking space. Semua informasi itu harus benar-benar ada, lengkap, dan mudah diakses. 
Sementara kalau di Instagram hal itu sulit. Post tertentu nggak bisa di-revisit. Maksudnya, sulit buat pengguna untuk cek info yang pernah di-post. Apalagi kalau kontennya sudah banyak. 
Jadi, menurut kami website lebih profesional. Apalagi kalau dibandingkan media sosial macam Instagram. 

Di website Antologi juga ada blog. Kenapa tertarik mengembangkan blog?

Kembali lagi, tujuan kami di awal ingin bikin komunitas dan platform untuk sharing knowledge. Nah, blog itu menurut kami media yang oke untuk sharing
Di sana, misalnya, kami bisa berbagi pendapat soal topik work and life balance, tips freelance, dan informasi apapun yang mendukung komunitas. Intinya, apa yang dibutuhkan komunitas ingin kami support dengan ngasih konten how to achieve that dan segala macam. 
Kami juga punya mailing list yang kontennya diambil dari blog. Member atau pengunjung bisa tahu info dan konten baru langsung dari email. 
Blog juga membantu kami buat meningkatkan traffic dan performa dari website.

Jadi, apakah setiap coworking perlu website?

Aku berusaha memposisikan diri sebagai user sih. Kalau aku kerja freelance terus nemu coworking yang cuma akun Instagram doang, kok kurang meyakinkan gitu. Cari info di Instagram juga susah. Misalnya, harga di postingan tujuh hari lalu belum tentu sama kaya sekarang.
Sedangkan kalau di website kan kesannya lebih official, lebih statis juga infonya. Cuma aku perhatikan calon pengunjung yang mau bikin member atau sewa ruangan pasti cek website. Terutama untuk tahu space-nya kaya apa dan harganya berapa. 
Tapi kukira itu soal beda segmen ya. Orang-orang yang buka website biasanya lebih “serius”. Mereka pengin tahu informasi lebih lengkap untuk jadi member, jadi tenant di office kami, atau mau bikin event. Jadi, website membantu banget buat mereka.
Kalau Instagram itu bagus buat orang yang pengin jadi daily visitor. Begitu sih kami ngelihatnya. 

Bagaimana strategi Antologi untuk ke depannya?

Kami melihat coworking ini sebagai satu business model yang menyenangkan. Coworking nggak sepenuhnya business oriented, tapi ada juga value lain seperti sharing knowledge, pengembangan kreativitas anak-anak muda, dan wawasan soal isu-isu tertentu. Jadi, coworking space membantu memperluas wawasan anak muda, begitu. 
Kami pengen terus menambah coworking space, sih. Maksudnya kalau bisa ekspansi lagi, kami bakal sangat senang. 
Sebenernya kami juga pengin mencoba hal-hal baru. Di Antologi kan pasarnya sudah terbentuk untuk freelancer dan profesional. Bisa nggak sih kami coba target pasar lain? Jadi, kami memikirkan target-target lain juga.
Karena tren ke depan orang makin nggak pengin kerja kantoran, kan? Kerja akan lebih fleksibel. Ada tren working globally yang bikin orang work from home dan remote. 
Berarti ada rencana untuk ekspansi nih?
Iya. Tengah tahun ini, kami akan buka lagi di sekitar Tugu Jogja. Konsepnya bakal beda dari Antologi dan segmen pasarnya juga bakal beda. Doakan saja ya supaya lancar.

Meski sempat ditolak investor, Antologi berhasil menjadikan dirinya coworking pertama dan nomor satu di Jogja. Ada dua kunci utama kesuksesan dari Antologi. 
  1. Kemampuan Antologi untuk memahami selera dan kebutuhan target pasar. 
  2. Totalitas Antologi untuk menjalankan promosi lewat internet. Mulai dari membuat website, menulis berbagai artikel blogmenciptakan mailing list, promosi di media sosial, dan membuka akun Google Bisnisku.
Kalau Anda ingin ikut memetik kisah manis seperti Antologi, paling tidak Anda perlu memiliki website. Website akan membantu Anda membangun online presence dan brand awareness yang lebih kuat. Hingga bisnis Anda akan nampak lebih menonjol daripada bisnis kompetitor.
Untuk itu, pastikan Anda memilih hosting terbaik agar website Anda selalu online dan cepat diakses.
Agar website Anda dikunjungi lebih banyak orang, Anda bisa menerapkan strategi Search Engine Optimization. Untuk panduan lebih lengkapnya, silakan download ebook gratis dari kami.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar