Thursday, 10 December 2015 | 17:17 WIB
Ilustrasi Virtual Office
Jakarta, BisnisPost.com - Rata- rata pengusaha yang baru membangun bisnis di dunia start up mengalami kesulitan untuk mendapatkan surat- surat legalitas usaha karena adanya pelarangan dari pemerintah untuk menggunakan rumah tinggal sebagai perusahaan. Saat ini para pengusaha start up menjadi terbantu dengan adanya sistem virtual office (VO) yang menyediakan ruang kerja dengan domisili usaha yang legal, jelas, serta biaya yang lebih terjangkau.
Namun sayangnya, keberadaan VO ini menuai protes dari para pemangku kebijakan yang akhirnya meminta agar keberadaan VO ini dilarang setelah 31 Desember 2015. “Dengan adanya peraturan baru dari pemda DKI yang melarang virtual office setelah tanggal 31 Desember, saya kira ini merupakan satu langkah mundur dari Pemda. Ini menjadi satu kendala. Padahal keberadaan virtual office ini sangat membantu para pengusaha start up karena biayanya lebih murah ketimbang harus menyewa gedung perkantoran,” ujar Yaser Palito Ketua BPP HIPMI Bidang Ekonomi Kreatif saat menjadi pembicara di Forum Dialog HIPMI bertajuk Menggagas Regulasi Co Working Space dan Virtual Office Untuk Pertumbuhan Start up di Indonesia.
Lebih lanjut, Yaser memaparkan bahwa, sebaiknya pemerintah jangan cepat- cepat merealisasikan peraturan ini, karena akan berpotemsi mematikan usaha start up yang baru akan berkembang di Indonesia.
“Kami dari HIPMI berharap, pemerintah jangan buru- buru memberlakukan pelarangan terhadap virtual office ini. Karena ini akan menghambat para pengusaha start up yang memilki kemampuan finansial terbatas. Kalau tidak ada domisili hukum virtual office, artinya kan pengusaha start up ini harus menyewa ruko atau gedung perkantoran yang biayanya lebih mahal,” imbuh Yaser.
Menanggapi pernyataan ini, ketua DPRD DKI Komisi D Muhammad Sanusi mengatakan, untuk mendirikan suatu usaha, para pelaku bisnis perlu mengetahui dulu peraturan perundang- undangan mengenai tata ruang.
“Dalam peraturan UU tentang tata ruang ada mengenai nominsi marking area. Misalnya, warna kuning itu berarti menunjukkan peta perumahan, warna orange ruko, dan warna ungu itu yang diizinkan untuk membangun sebuah usaha komersil, dan peraturan inilah yang tidak boleh dirubah, menjadikan tempat tinggal sebagai perusahaan tentu menyalahi aturan,” jelasnya.
Kendati demikian, Sanusi menambahkan, selama usaha yang didirikan tidak melenceng dari jalur hukum, itu sah-sah saja.
“Sebetulnya, UU tata ruang mengatakan tidak boleh merubah peruntukan, yang boleh dirubah itu intensitas bangunan saja. Karena Jakarta itu paling rakus dalam urusan fungsi kota dibanding dengan kota- kota lain, makanya pemerintah harus berani membagi fungsi kota.”
Mengenai masalah virtual office, Sanusi mengatakan hal ini masih menjadi pertentangan antara pelaku usaha dengan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang masih harus terus dikaji regulasinya. Sanusi yang digadang gadang menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta menyatakan bahwa mendukung ekonomi kreatif dan pengusaha kecil di Indonesia.
"Kita harus dukung, dan virtual office tetap harus ada untuk mensupport pengusaha kecil dan UKM," tegas Sanusi.
Penulis:
Angelina Larasati
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar